SURABAYA - Munculnya Leucocytozoonosis pada ayam ras merupakan ancaman serius. Hal tersebut dapat menyebabkan kematian hingga menimbulkan kerugian besar, seperti penurunan berat badan dan kualitas daging ayam, hingga penurunan produksi yang tajam pada ayam petelur sekitar tiga puluh persen.
Hal tersebut disampaikan oleh Prof Dr Endang Suprihati drh MS dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (UNAIR) dalam bidang Ilmu Penyakit Protozoa pada Ternak. Upacara pengukuhan tersebut diselenggarakan di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR (C), UNAIR, Pada Kamis (2/3/2023).
Endang merupakan Guru Besar FKH aktif Ke-38 dan Ke-565 sejak UNAIR berdiri. Dalam pengukuhannya, ia membacakan pidato yang berjudul Strategi Pengendalian Leucocytozoonosis (Malaria like Disease) Pada Ayam Ras Melalui Eksplorasi Riset dan Pendekatan Diagnosa Molekuler.
“Kerugian akibat serangan Leucocytozoonosis seringkali terlihat signifikan di daerah endemis karena kasus penyakit ini selalu muncul sepanjang tahun. Prevalensi pada ayam petelur bisa mencapai empat puluh persen, ” tuturnya.
Menurutnya, kejadian tersebut masih terjadi dibeberapa daerah di Indonesia, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan. Sebabnya, daerah tersebut memiliki lingkungan yang mendukung untuk berkembangnya vektor. Umumnya, peternakan ayam di Indonesia masih menggunakan sistem kandang terbuka, hal ini termasuk salah satu faktor risiko yang sangat potensial terhadap infeksi L.caulleryi.
“Meskipun penyakit ini terbukti sangat merugikan peternak ayam ras, namun belum ada campur tangan pemerintah terkait pengendalian Leucocytozoonosis, ” ujarnya.
Hingga saat ini, data sebaran Leucocytozoonosis pada ayam ras belum tercatat dalam daftar penyakit prioritas di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Baginya, diperlukan strategi untuk melakukan pemetaan yang lebih dalam dengan sumber data yang akurat dilapangan.
“Pemetaan bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai pemeriksaan dasar dengan metode ulas darah sampai dengan pemeriksaan DNA parasit dengan menggunakan PCR ataupun serologis, ” tambahnya.
Seringkali deteksi parasit Leucocytozoon pada ayam hanya terbatas pada analisis morfologi parasit menggunakan mikroskop dengan metode ulas darah, yang terkadang gagal menemukan parasit pada kasus parasitemia yang rendah, apalagi stadium gamet dari parasit ini hanya berada di sirkulasi darah dalam interval waktu satu minggu.
Dari sana, ia merekomendasikan beberapa poin, diantaranya, mengembangkan penelitian untuk maping penyebaran Leucocytozoon caulleri, mengembangkan penelitian vaksin terhadap L.caulleryi dari isolate local Indonesia, mengembangkan penelitian untuk mendukung diagnosa cepat secara serologis, hingga membentuk grup diskusi pengendalian vector. (*)
Baca juga:
Sri Hastjarjo, S Sos , Ph D: Pers dan Media
|