SURABAYA — 76 tahun sudah United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) menjalankan misinya dalam mencapai kesejahteraan anak-anak di seluruh dunia. Mereka mengatakan, hingga kini kasus perundungan siber (cyberbullying) pada anak masih menjadi salah satu isu yang perlu perhatian khusus. Lantas, peran apa yang bisa kita ambil?
Dikutip dari laman resmi UNICEF, cyberbullying merupakan bentuk perundungan dengan menggunakan media teknologi digital seperti media sosial, platform chatting, maupun game. Tindakan ini dilakukan secara berulang yang ditujukan untuk menakuti, mempermalukan, atau membuat marah korban yang menjadi sasaran.
Terlebih, dunia maya yang dapat dijangkau semua usia ini membuka ruang bagi siapapun untuk bisa berselancar secara anonim. Bahkan tidak menutup kemungkinan pelaku kekerasan berasal dari orang terdekat.
Bukti nyata dari dampak perundungan siber ini telah terjadi pada beberapa waktu lalu. Salah satu siswa SD asal Tasikmalaya dikabarkan kehilangan nyawa akibat perundungan yang dialaminya di media sosial. Hal ini menunjukkan akibat dari tindakan cyberbullying dengan cepat menjangkau khalayak luas, dapat diakses tanpa batas dan meninggalkan jejak digital.
Ada banyak faktor yang membuat perundungan siber terjadi. Di antara lain pesatnya perkembangan internet, kondisi pandemi yang menuntut banyak kegiatan daring, serta masifnya penggunaan media sosial di kalangan anak-anak. Terbukti, UNICEF mengungkapkan bahwa sebesar 92 persen pengguna internet aktif tertinggi di Indonesia adalah anak-anak usia 12-17 tahun.
Kampanye stop bullying di segala macam bentuk perundungan bagi anak-anak (sumber: Pinterest)
Untuk itu, semua pihak harus mendukung upaya UNICEF dalam mengurangi segala macam bentuk perundungan siber. Hal ini bisa dimulai dengan memberikan edukasi serta menanamkan rambu-rambu etika dalam bermedia sosial. Setidaknya, para pengguna internet khususnya anak-anak bisa mendapat gambaran bagaimana harus bersikap ketika mendapat perlakuan cyberbullying.
Apabila kita melihat orang terdekat menjadi korban perundungan, sebaiknya segera ambil sikap bijak serta jangan gegabah. Usahakan jangan tersulut emosi dan coba lakukan pendekatan dengan memberikan saran serta menjadi pendengar yang baik.
Untuk penanganan lebih lanjut, kita dapat membantu melaporkan kepada pihak berwajib. Pasalnya, para pelaku yang melakukan tindakan bullying terancam Pasal 351 KUHP tentang tindak penganiayaan, Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP tentang perundungan online.
Selain itu, sebagai upaya preventif, pemerintah juga membantu dalam hal peningkatan sistem cyber security dan cyber safety. Saat ini juga telah tersedia jalur lapor dan respons cepat yang ditujukan ke Telepon Sahabat Anak (TePSA) Kementerian Sosial.
Adanya perlindungan dan payung hukum ini menunjukkan bahwa tidak ada sikap normalisasi bagi segala macam bentuk perundungan. Prinsip inilah yang seharusnya tertanam dari seluruh generasi. Karena itu, sekarang saatnya lindungi anak-anak, semua dapat berperan dan menjadi pelindung dari bahaya darurat media sosial. (*)
Ditulis oleh: Lathifah Sahda Mahasiswa S-1 Departemen Teknik Informatika Angkatan 2022
Reporter ITS Online
Surabaya, 28 Desember 2022