SURABAYA – Hingga kini, sejarah dan perkembangan pers di Indonesia masih menjadi kajian yang begitu menarik. Pasalnya, pers telah menjadi salah satu bagian penting dalam perjalanan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan. Hal ini kemudian memantik dua mahasiswa Ilmu Sejarah UNAIR, Alfian Widi Santoso dan Julianus Palermo untuk mengkaji sejarah pers di Indonesia yang sekaligus mengantarkannya sebagai juara 3 dalam ajang LKTIN History Fair, FIB Universitas Indonesia pada Rabu (12/10/2022).
Alfian Widi Santoso mewakili tim, melalui daring menguraikan kajian yang diusulkan dalam kompetisi karya tulis tersebut. Widi, sapaan akrabnya, menuturkan bahwa ia dan kawannya mengkaji sejarah pers nasional pada periode demokrasi terpimpin. Topik itu mereka pilih lantaran ketertarikan khusus dari keduanya terhadap periode tersebut.
“Jadi temanya itu secara garis besar tentang sejarah pers Indonesia ya, rentangnya yaitu pada periode orde lama, orde baru, reformasi, dan pasca kemerdekaan. Kami memilih topik spesifik yaitu eranya Soekarno, era-era demokrasi terpimpin. Kebetulan kami sama-sama memiliki ketertarikan dan passion disitu, ” katanya.
Lebih lanjut, Widi mengatakan, topik-topik pers era demokrasi terpimpin belum banyak dikaji, padahal topik tersebut terbilang unik dan menarik. Meski demikian, Widi mengaku bahwa mereka sempat mengalami kendala dalam proses mengkaji topik tersebut lantaran tingkat kesulitan yang cukup tinggi dan tricky.
“Kami ingin mencoba menuliskan hal unik terkait pers di era itu. Sebenarnya kan pers masa demokrasi terpimpin itu lebih menarik juga dan cukup susah dan tricky sebenarnya. Beda dengan pers di masa pergerakan nasional yang cukup banyak, ” tuturnya.
Meskipun sempat mengalami kesulitan terkait pengumpulan sumber, tetapi Widi dan tim tidak lantas menyerah. Belajar dari pengalaman, ia berupaya mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari guna memperoleh hasil maksimal. Sehingga, ia telah menyusun strategi dan persiapan matang jauh-jauh hari. Persiapan itu ia lakukan salah satunya dengan mengumpulkan berbagai sumber sejarah, seperti dari kawan, komunitas, hingga pencarian arsip nasional.
“Kami sudah memiliki bekal heuristik dan sumber primer yang banyak, jadi kami sudah memiliki eksemplar Harian Rakjat MInggu yang sudah cukup lengkap yang saya dapatkan dari kawan saya di Jepang dan dari arsip nasional, jadi cukup membantu lah, ” tutur Widi.
Terakhir, pasca mengikuti kompetisi, ia mengaku telah mendapatkan berbagai pelajaran, seperti cara presentasi karya hingga manajemen waktu yang lebih baik. Selain itu, ia juga bersyukur sebab dapat memperluas ilmu dan relasi berkat kompetisi yang ia ikuti.
“Banyak yang saya dapatkan, seperti kawan dan relasi, tips manajemen waktu, cara presentasi yang baik, dan tentunya pengetahuan baru dari presentasi yang lain terlebih judul-judul yang diambil dari pesaing kita juga cukup sangar gitu, ” pungkasnya.
Penulis: Yulia Rohmawati
Baca juga:
AcSES FEB UNAIR Sukses Gelar FALAH 2022
|
Editor: Khefti Al Mawalia