SURABAYA – Beberapa partai politik telah mengusung bakal calon presiden yang akan bersaing di pemilu tahun 2024. Para kandidat pun sudah mulai memperlihatkan gerak-gerik dalam melakukan komunikasi politik untuk menunjukan elektabilitasnya.
Semakin Masif
Irfan Wahyudi S Sos M Comm PhD, pengamat komunikasi politik asal Universitas Airlangga (UNAIR), menyebutkan bahwa tahun ini merupakan waktu yang krusial untuk memperkenalkan diri, sekaligus mencari koalisi.
“Sehingga penting menjadi catatan, bahwa perkenalan, klaim terhadap keberhasilan pembangunan dan prestasi akan semakin masif dilakukan. Begitu pula argumentasi, atau pertarungan opini pendukung antar kandidat di media sosial, ” jelas dosen yang saat ini juga menjabat sebagai wakil dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR.
Baca juga:
Ilham Bintang: Ya Ampun, Presiden
|
Isu Politik Identitas
Pemilihan Presiden diakui dosen program studi Ilmu Komunikasi UNAIR tersebut sebagai pertaruhan nasib bagi bangsa Indonesia. Namun, keberlangsungan pemilu secara aman juga harus menjadi hal yang diprioritaskan.
“Profil kandidat memang penting diketahui oleh masyarakat, namun kemudian kalau ini dibawa diskusi mengenai pantas atau tidaknya, misalnya etnis atau agama tertentu, tentu ini sudah menjurus ke arah politik identitas yang merugikan, ” jelasnya pada Senin (24/10/2022).
Berkaitan dengan narasi pemasaran politik yang lebih kasar, Irfan mengimbau bangsa ini perlu waspada dengan menguatnya politik identitas yang membawa isu SARA. Dimana kita mengetahui bahwa Indonesia terdiri atas berbagai perbedaan yang seharusnya saling menyatukan.
Komunikasi Politik yang Dilakukan
Kunci dari keberlangsungan pemilu tanpa insiden, berawal dari kerelaan hati dari para kandidat untuk tetap memegang prinsip komunikasi politik yang santun dan bijak. “Kita mengetahui bahwa persaingan kampanye pasti terjadi, namun perlu dipahami bahwa pemilu ini dirancang bersama, sehingga tidak perlu kemudian membawa kepada gerakan separatis yang membawa perpecahan diantara masyarakat, ” sebutnya. (*)
Penulis: Stefanny Elly
Editor: Nuri Hermawan