SURABAYA - Budaya dapat menjadi salah satu penunjang untuk membuat sebuah cerita di anime lebih menarik. Berbagai budaya, baik dari Jepang hingga mancanegara dapat kita temui di berbagai anime, salah satunya adalah Kimetsu No Yaiba (Demon Slayer). Di anime tersebut, kita dapat melihat penggabungan yang kuat dan kontras antara entitas budaya Jepang dengan budaya Barat.
Hal itu disampaikan oleh Ilma Septiana Widiawati, Mahasiswa Studi Kejepangan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) dalam Seminar Nasional Pertama : Asosiasi Studi Kesusastraan Jepang di Indonesia (ASKJI) pada sabtu (20/8/2022). Dalam paparannya, ia menjelaskan bagaimana Jepang dan Barat dapat dipresentasikan di dalam anime Kimetsu No Yaiba.
Seragam Gakuran dan Kojiki di Organisasi Kisatsutai
Gakuran merupakan seragam untuk laki-laki yang dipakai pada Era Meiji. Mengutip dari King dan Rall (2016), Ilma mengungkapkan bahwa pakaian memiliki kemampuan untuk mengambil subjek, untuk membentuk pemakainya baik secara fisik maupun sosial.
Baca juga:
Ilham Bintang: Ya Ampun, Presiden
|
Pemerintah Jepang pada saat itu tengah membangun kembali identitas nasional mereka dengan mengambil banyak bentuk dan memasukkannya ke dalam seragam militer gaya barat, sebagai seragam sekolah yang menjadi indikator terlihatnya misi jepang untuk melindungi integritas kedaulatannya.
Selain itu, Ilma mengungkapkan bahwa pada anime ini, memunculkan adanya Kojiki, yang mengisahkan mitologi gagak berkaki tiga atau Yatagarasu. Disebutkan bahwa Yatagarasu yang telah memandu dan membimbing Kaisar Jinmu ke Kashihara di Yamato, dapat diibaratkan Kaisar Jinmu merupakan Kisatsutai dan Yatagarasu merupakan Kasugai Garasu.
“Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan identitas bagi masyarakat Jepang, terlebih lagi didasarkan pada mitologi yang bersumber pada Kojiki dan Nihon Shoki, ” Imbuhnya.
Anting Hanafuda dan Tarian Kagura pada Karakter Tanjiro
Tanjiro memakai anting Hanafuda dengan memodifikasi desain matahari terbit. Menimbulkan kontroversi karena desainnya yang menyerupai rising sun atau bendera matahari terbit.
Terlepas dari simbol rising sun pada masa imperial, simbolisme tentang matahari terbit sudah ada sejak zaman Asuka yang tercatat dalam sejarah sebagai bentuk balasan surat untuk Kaisar Yang dari Sui Cina. Hal itu tentu merepresentasikan perwujudan identitas Jepang dalam Tanjiro sebagai Kisatsutai.
Selanjutnya, kemunculan Tarian Kagura sebagai warisan turun-temurun keluarga Tanjiro. Berdasarkan penjelasan Lychock, tarian Kagura merupakan tarian yang menyertai upacara Shinto, menunjukkan bahwa teknik pertarungan atau alat yang digunakan melawan oni di Kimetsu no Yaiba melibatkan elemen tradisional Shinto sebagai bentuk representasi Jepang dalam karakter Tanjiro
Oni dan Pakaian Barat
Ilma menyatakan bahwa dalam menggambarkan dua karakter antagonis utama, pengarang cerita lebih menunjukkan karakter tersebut dengan pakaian barat. Hal ini cukup menarik karena pemeran antagonis utama muncul jelas (melalui pakaian) kebarat-baratan. Sehingga menciptakan pesan implisit untuk menunjukkan bagaimana mereka berasal dari dunia yang berbeda.
“Dapat disimpulkan bahwa pakaian barat yang telah dijelaskan sebelumnya mempengaruhi pemaknaan terhadap karakter Enmu dan Kibutsuji sebagai oni. Dan hal ini sekaligus mengartikan bahwa oni dalam anime Kimetsu no Yaiba merupakan representasi dari gaikokujin (orang luar) atau orang barat, ” Terangnya.
Penulis: Affan Fauzan
Editor: Feri Fenoria