SURABAYA - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (FISIP UINSA) bekerjasama dengan Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KEMENDES PDTT) mengadakan seminar hasil riset bertema “Rekalibrasi Model vallage Governance dalam Membangun Ekonomi Lokal di Indonesia”, Selasa (6/12/2022).
Seminar ini merupakan rangkaian proses kerjasama penelitian yang telah dilaksanakan selama tiga bulan terakhir dan dalam rangka memaparkan hasil penelitian dan rekomendasi berdasarkan temuan riset yang dilakukan di dua daerah yaitu di Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selalatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali dan Desa Waturaka, Kecamatan Kalimutu, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Seminar ini dihadiri oleh Staf Khsus Kemendes PDTT RI, Ahmad Iman Syukri, Rektor UINSA, Akh Muzakki, Aktivis Swiss contact, Gregorius Manao dan Dekan FISIP, Abdul Chalik. Keempat narasumber diudang untuk membedah dan memberi masukan terhadap hasil riset yang telah dilakukan tim FISIP. Meski dalam sesi yang berbeda, keempatnya mengatakan bahwa hasil riset yang dilakukan FISIP sangat penting dan baik di dalam rangka menggambarkan model-model governace yang berkembang di Indonesia, terutama model governance yang telah dijalankan pemerintah Kutuh dan Waturaka yang berhasil melaksanakan prinsip-prinsip good governance sekaligus prinsip dan nilai-nilai lokalitas .
Dalam forum yang berlangsung sekitar 3-4 jam tersebut, Ahmad Iman Syukri, mengatakan sangat mengapresiasi hasil riset yang dilakukan Fisip Uinsa, karena menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang tajam. Selain itu pihaknya mengatakan bahwa riset ini telah berhasil menjelaskan factor-faktor kunci keberhasikan pemerintah desa di dalam melaksanakan sistem tata kelola pemerintahan desa yang baik (good governances).
Kutuh dan Waturaka merupakan contoh pemerintahan desa yang berhasil mengelola potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki menjadi nilai ekonomi yang tinggi sehingga berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat desa. Kedua desa tersebut merupakan desa wisata yang telah dianggap berhasil memanfaatkan ruang rekognisi (pengakuan terhadap asal usul desa) dan subsidiaritas (penetapan kewenangan berskala lokal desa) kepada pemerintah lokal sebagai pemerintahan dan pengembang masyarakat, sebagaimana telah diatur di dalama Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
“Pemerintah pusat telah mendorong seluruh desa di Indonesia dengan mengeluarkan undang-undang desa yang memberi ruang rekognisi dan subsidiaritas desa”, Kata Ahmad Iman Syukri.
Sementara itu, Zaky Ismail, salah satu peneliti, memaparkan beberapa faktor kunci keberhasilan Kutuh dan Waturaka dalam mengelola pemerintahan desa. Menurutnya keberhasilan Kutuh dan Waturaka tidak terlepas dari peran local champions, atau local leader yang dipercaya sebagai pemimpin perubahan.
Misalnya di Kutuh ada I Nyoman Mesir yang mengawali gerakan perubahan dengan membangun akses menuju pantai Pandawa, yang kemudian diikuti warga, atau di Waturaka, ada Blasius Leta yang berhasil menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memiliki perhatian terhadap pentingnya menjaga lingkungan dan mengajak masyarakat untuk sadar Wisata.
Selain itu, faktor-faktor yang bersifat lokalitas seperti nilai-nilai yang berkembang di komunitas adat juga menjadi pendorong lahirnya partisipasi masyarakat di dalam pembangunan desa.
Merespon tentang adanya local champions atau local leader sebagaimana temuan penelitian baik di Kutuh dan Watura, Moderator seminar, Ilyas Rolis, mengatakan ada dua tesis yang memungkinkan desa memiliki local champions yaitu; pertama, local champions ada karena diciptakan oleh masyarakat yang menginginkan perubahan, atau, kedua, local champions muncul dengan sendirinya secara natural karena keadaan di masyarakat.
Sebagai penutup Seminar, Kemenrian Desa PDTT RI mengatakan siap bekerjasama kembali dengan FISIP UINSA di tahun 2023. Merespon hal tersebut tersebut, Dekan FISIP Abdul Chalik mengatakan telah mengiyakan skema kerjasama yang akan dilakukan Kemendes RI dengan FISIP UINSA. (*)
Publisher ; Umam