SURABAYA - Penyanyi cilik Farel Prayoga tampil menyanyikan lagu ‘Ojo Dibandingke’ di Istana Merdeka pada upacara HUT RI ke-77 menjadi sorotan publik. Nampak jelas terdapat pergeseran cara publik dalam menikmati musik. Hal tersebut diungkapkan oleh Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Kukuh Yudha Karnanta SS MA.
“Musik berirama dangdut berbahasa daerah Jawa yang pada awalnya identik dinikmati oleh masyarakat kelas pekerja di daerah rural (pedesaan) dan suburban (pinggiran kota). Namun, kini juga hadir di depan masyarakat kelas atas atau pemerintahan, bahkan di situasi resmi, upacara kenegaraan, dan ternyata diapresiasi, ” jelasnya, Kamis (25/8/2022).
Terbukti dengan banyaknya orang yang berjoget. Bagi Kukuh, upacara peringatan proklamasi yang dulunya identik dengan kesakralan, khidmat, dan mengharukan. Seiring waktu juga dapat bergeser menjadi fun, ceria, dan berjoget.
“Merdeka bukan lagi soal gerakan kebangsaan tetapi bisa juga gerak joget keceriaan, ” imbuh dosen peraih penghargaan Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2021.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Kukuh Yudha Karnanta SS MA.
Menurutnya, salah satu faktor pergeseran selera musik disebabkan dangdut tidak sebatas irama melayu dan berbahasa indonesia. Akan tetapi, irama campursari dan Bahasa Jawa Mataraman. Meskipun demikian, hal-hal yang lokal itu justru bisa diterima di level nasional.
Dalam hal ini, Kukuh berpendapat meskipun produksi lagu anak tidak seramai tahun 80 dan 90-an. Namun, setiap orang sejatinya memiliki kemampuan filter dan preferensi karya atau lagu apa yang layak dikonsumsi baik untuk dirinya maupun di ruang publik.
“Pendidikan literasi media dan seni menjadi kebutuhan untuk mengakselerasi kemampuan filter tersebut. Fenomena Farel dapat menjadi momentum semua pihak untuk memikirkan bagaimana anak-anak, seni musik, dan media dapat menjadi sesuatu yang edukatif, ” tegasnya.
Penulis: Viradyah Lulut Santosa
Editor : Khefti Al Mawalia